20 August 2010

IHya Ramadhan Bersama Pemimpin HIKMAH

Program Ihya Ramadhan bersama Pemimpin HIKMAH telah diadakan pada 20/08/2010 @jam 6.00 petang di Kampung Darul Falah, Sungei Gamuan, Bintangor. Tetamu kehormat yg turut hadir dalam majlis tersebut adalah Y.Bhg. Tan Sri Datuk Amar Hj. Aziz bin Dato' Hj. Husain. (Yang DiPertua HIKMAH) serta ronbongan dari ibu pejabat HIKMAH Kuching. Majlis telah di mulai seawal jam 6.00 petang dengan kehadiran penduduk kampung tersebut dan beberapa tetamu lain seperti Pengerusi Hikmah Sibu, Sarikei ,Meradong dan pihak JAKIM Sibu. Majlis dimulai dengan berbuka puasa dan solat magrib berjemaah. Tazkirah telah disampaikan oleh Dr. Awang Ismail, Pengerusi HIKMAH Cawangan Sarikei sebelum solat isyak dan sunat tarawih. Selepas solat sunat tarawih ucapan amanat dari Yang DiPertua HIKMAH dan seterusnya majlis penyampaian sumbangan kepada penduduk Kampung Darul Falah. Alhamdulillah majlis berjalan dengan jayanya dan berakhir pada jam 10.00 malam.

Gambar sekitar majlis Ihya Ramadhan Bersama Pemimpin HIKMAH
Penduduk Kampung yg hadir
YDP HIKMAH
Mendengar tazkirah Dr. Awg Ismail
Dr Awang Ismail sedang memberi tazkirah
Memberi sumbangan kpd penduduk
Antara penduduk dan tetamu yg hadir
Berbuka puasa bersama YDP HIKMAH
YDP HIKMAH menyampaikan sumbangan

17 August 2010

Puasa Tidak Sekadar Menahan Makan dan Minum

Puasa merupakan ibadah yang sangat dicintai Allah ta'ala. Hal ini sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ. قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: إِلاَّ الصَّوْمَ، فَإِنَّهُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي

“Setiap amalan anak Adam akan dilipatgandakan pahalanya, satu kebaikan akan berlipat menjadi 10 kebaikan sampai 700 kali lipat. Allah ta’ala berfirman: ‘Kecuali puasa, maka Aku yang akan membalas orang yang menjalankannya karena dia telah meninggalkan keinginan-keinginan hawa nafsunya dan makannya karena Aku’.” (Shahih, HR. Muslim)

Hadits di atas dengan jelas menunjukkan betapa tingginya nilai puasa. Allah ta’ala akan melipatgandakan pahalanya bukan sekedar 10 atau 700 kali lipat namun akan dibalas sesuai dengan keinginan-Nya .Padahal kita tahu bahwa Allah ta’ala Maha Pemurah, maka Dia tentu akan membalas pahala orang yang berpuasa dengan berlipat ganda.

Hikmah dari semua ini adalah sebagaimana tersebut dalam hadits, bahwa orang yang berpuasa telah meninggalkan keinginan hawa nafsu dan makannya karena Allah Ta'ala. Tidak nampak dalam zahirnya dia sedang melakukan suatu amalan ibadah, padahal sesungguhnya dia sedang menjalankan ibadah yang sangat dicintai Allah ta’ala dengan menahan lapar dan dahaga. Sementara di sekitarnya ada makanan dan minuman.

Di samping itu dia juga menjaga hawa nafsunya dari hal-hal yang boleh membatalkan puasa. Semua itu dilakukan karena mengharapkan keridhaan Allah Ta’ala dengan menyakini bahwa Allah Ta’ala mengetahui segala gerak-geriknya.

Di antara hikmahnya juga yaitu karena orang yang berpuasa sedang mengumpulkan seluruh jenis kesabaran di dalam amalannya. Yaitu sabar dalam taat kepada Allah Ta'ala, dalam menjauhi larangan, dan di dalam menghadapi ketentuan taqdir-Nya. Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُوْنَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Sesungguhnya akan dipenuhi bagi orang-orang yang sabar pahala mereka berlipat ganda tanpa perhitungan.” (Az-Zumar: 10)

Perlu menjadi catatan penting bahwa puasa bukanlah sekedar menahan diri dari makan, minum dan hal-hal lainnya yang membatalkan puasa. Orang yang berpuasa harus pula menjaga lisan dan anggota badan lainnya dari segala yang diharamkan oleh Allah Ta’ala namun bukan berarti ketika tidak sedang berpuasa boleh melakukan hal-hal yang diharamkan tersebut.

Maksudnya adalah bahwa perbuatan maksiat itu lebih berat ancamannya bila dilakukan pada bulan yang mulia ini, dan ketika menjalankan ibadah yang sangat dicintai Allah Ta'ala. Boleh jadi seseorang yang berpuasa itu tidak mendapatkan faedah apa-apa dari puasanya kecuali hanya merasakan haus dan lapar. Na’udzubillahi min dzalik.

Untuk itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang yang berpuasa agar mendapatkan balasan dan keutamaan-keutamaan yang telah Allah ta’ala janjikan. Diantaranya:

1. Setiap muslim harus menjalankan ibadah puasanya di atas iman kepada Allah Ta’ala dalam rangka mengharapkan ridha-Nya, bukan karena ingin dipuji atau sekedar ikut-ikutan keluarganya atau masyarakatnya yang sedang berpuasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah Ta'ala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaih)

2. Menjaga anggota badannya dari hal-hal yang diharamkan Allah, seperti menjaga lisannya dari dusta, ghibah, dan lain-lain. Begitu pula menjaga matanya dari melihat orang lain yang bukan mahramnya baik secara langsung atau tidak langsung seperti melalui gambar-gambar atau filem-filem dan sebagainya. Juga menjaga telinga, tangan, kaki dan anggota badan lainnya dari bermaksiat kepada Allah Ta'ala.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ للهِ حَاجَةٌ فِيْ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatannya, maka Allah Ta’ala tidak peduli dia meninggalkan makan dan minumnya.” (Shahih HR. Al-Bukhari)

Maka semestinya orang yang berpuasa tidak mendatangi pasar, supermarket, mall atau tempat-tempat keramaian lainnya kecuali ada keperluan yang mendesak. Karena biasanya tempat-tempat tersebut boleh menyeretnya untuk mendengarkan dan melihat perkara-perkara yang diharamkan Allah Ta'ala. Begitu pula menjauhi tv karena tidak boleh ditapis lagi bahwa efek negatifnya sangat besar baik bagi orang yang berpuasa maupun yang tidak berpuasa.

3. Bersabar untuk menahan diri dan tidak membalas ejekkan yang ditujukan kepadanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam hadits Abu Hurairah radiyallahu 'anhu:

الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ يَوْمَئِذٍ وَلاَ يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ

“Puasa adalah ibadah, maka apabila salah seorang dari kalian sedang berpuasa janganlah dia berkata kotor dan janganlah bertengkar dengan mengangkat suara. Jika dia dicela dan disakiti maka katakanlah saya sedang berpuasa.” (Shahih, HR. Muslim)

Dari hadits tersebut bisa diambil pelajaran tentang wajibnya menjaga lisan. Apabila seseorang boleh menahan diri dari membalas ejekkan maka tentunya dia akan terjauh dari memulai menghina dan melakukan ejekkan yang lainnya.

Sesungguhnya puasa itu akan melatih dan mendorong seorang muslim untuk berakhlak mulia serta melatih dirinya menjadi insan yang biasa menjalankan ketaatan kepada Allah. Namun mendapatkan hasil yang demikian tidak akan didapat kecuali dengan menjaga puasanya dari beberapa hal yang tersebut di atas.

Puasa itu ibarat sehelai baju. Bila orang yang memakai baju itu menjaganya dari kotoran atau sesuatu yang merusaknya, tentu baju tersebut akan menutupi auratnya, menjaganya dari terik matahari dan udara yang dingin serta memperindah penampilannya. Demikian pula puasa, orang yang mengamalkannya tidak akan mendapatkan buah serta faedahnya kecuali dengan menjaga diri dari hal-hal yang boleh mengurangi atau bahkan menghilangkan pahalanya.

Wallahu a’lam bish-shawab. 
__________________________________________________