06 September 2008

sEbUaH dIaLoG SeLePaS MaLaM


"Akhi, dulu ana merasa semangat saat aktif dalam dakwah.Tapi, belakanganrasanya semakin terasa hambar. Ukhuwah makin kering, bahkan ana melihatternyata banyak ikhwah banyak pula yang aneh-aneh." Begitu keluh kesahseorang mad'u(murid) kepada murabbi(guru) nya di suatu malam.Sang murabbi hanya terdiam, mencoba terus menggali semua kecamuk dalamdiri mad'u-nya. "Lalu apa yang ingin antum(kamu) lakukan setelahmerasakan semua itu?" Sahut sang murrabi setelah sesaat termenung."Ana ingin berhenti saja, keluar dari tarbiyah ini. Ana kecewa denganperilaku beberapa ikhwah yang justru tidak islami. Juga denganorganisasi dakwah yang ana geluti; kaku, dan sering mematikan potensianggota-anggotanya. Bila begini terus, ana lebih baik sendiri saja."Jawab ikhwah itu.Sang murabbi termenung kembali. Tak tampak raut terkejut dari romanwajahnya. Sorot matanya tetap terlihat tenang, seakan jawaban itumemang sudah diketahuinya sejak awal. "Akhi, bila suatu kali antum naiksebuah kapal mengarungi lautan luas. Kapal itu ternyata sudahbobrok.Layarnya banyak berlubang, kayunya banyak yang keropos, bahkankabinnya bau kotoran manusia. Lalu apa yang antum lakukan untuk tetapsampai pada tujuan?" Tanya seorang murabbi dengan kiasan bermakna dalam.Sang mad'u terdiam berpikir.Tak kuasa hatinya mendapat umpan baliksedemikian tajam dengan kiasan yang amat tepat."Apakah antum memilih untuk terjun ke laut dan berenang sampai tujuan?"Sang murabbi mencoba memberi opsi. "Bila antum terjun ke laut, sesaatantum akan merasa senang. Bebas dari bau kotoran manusia, merasakankesegaran air laut, atau bebas bermain dengan lumba-lumba. Tapi ituhanya sesaat. Berapa kekuatan antum untuk berenang sampai tujuan?Bagaimana bila hiu datang? Dari mana antum mendapat makan dan minum?Bila malam datang bagaimana antum mengatasi hawa dingin?"Serentetan pertanyaan dihamparkan dihadapan sang ikhwah tersebut.Tak ayal, sang ikhwah menangis tersedu. Tak kuasa hatinya menahankegundahan sedemikian. Kekecewaannya kadang memuncak, namun sang murobbiyang dihormatinya justru tak memberi jalan keluar yang sesuai dengankeinginannya."Akhi, apakah antum masih merasa bahwa jalan dakwah adalah jalan yangpaling utama menuju ridho ALLAH SWT?" Pertanyaan yang menohok inimenghujam jiwa sang ikhwah. Ia hanya mengangguk." Bagaiman a bilaternyata mobil yang antum kendarai dalam menempuh jalan itu ternyatamogok? Antum akan berjalan kaki meninggalkan mobil itu tergeletak dijalan, atau mencoba memperbaikinya? " Tanya sang murabbi lagi.Sang ikhwah tetap terdiam dalam seunggukan tangis perlahannya. Tiba-tibaia mengangkat tangannya; "Cukup akhi, cukup. Ana sadar. Maafkan ana,InsyaALLAH ana akan tetap istiqomah. Ana berdakwah bukan untuk mendapatmedali kehormatan. Atau agar setiap kata-kata ana diperhatikan."Biarlah yang lain dengan urusan pribadi masing-masing. Biarlah anatetap berjalan dalam dakwah. Dan hanya ALLAH saja yang akanmembahagiakan ana kelak dengan janji-janji- NYA. Biarlah segalakepedihan yang ana rasakan jadi pelebur dosa-dosa ana." Sang mad'uberazzam dihadapan sang murabbi yang semakin dihormatinya.Sang murabbi tersenyum. "Akhi, jama'ah ini adalah jama'ah manusia.Mereka adalah kumpulan insan yang punya banyak kelemahan. Tapi dibalikkelemahan itu, masih amat banyak kebaikan yang mereka miliki. Merekaadalah pribadi-pribadi yang menyambut seruan Allah untuk berdakwah.Dengan begitu mereka sedang berproses menjadi manusia terbaik pilihanALLAH SWT.""Bila ada satu dua kelemahan dan kesalahan mereka, janganlah hal itumendominasi perasaan antum. Sebagaimana ALLAH Ta'ala menghapus dosamanusia dengan amal baik mereka, hapuslah kesalahan mereka di mata antumdengan kebaikan-kebaikan mereka terhadap dakwah selama ini. Karena dimata ALLAH, belum tentu antum lebih baik dari mereka.""Futur, mundur, atau bahkan berpaling menjadi lawan bukanlah jalan yangmasuk akal. Apabila setiap ketidakkesepakatan selalu disikapi denganjalan itu; maka apakah dakwah ini dapat berjalan dengan baik?"Sambungnya panjang lebar."Kita bukan sekedar pengamat yang hanya bisa berkomentar. Atau hanyapandai menuding-nuding sebuah kesalahan. Kalau hanya itu orang kafir punbisa melakukannya. Tapi kita adalah da'i. Kita adalah khalifah. Kitalahyang diserahi amanat oleh ALLAH untuk membenahi masalah-masalah dimukabumi. Bukan hanya meng"ekspose" nya, yang bisa jadi justru semakinmemperuncing masalah."Sang mad'u termenung sampai merenungi setiap kalimat murabbinya.Azzamnya memang kembali menguat. Namun ada satu hal yang tetapbergelayut di hatinya. "Tapi bagaimana ana bisa memperbaiki organisasidakwah dengan kapasitas ana yang lemah ini?"Sebuah pertanyaan konstruktif akhirnya muncul juga."Siapa bilang kapasitas antum lemah? Apakah ALLAH mewahyukan begitukepada antum? Semua manusia punya kapasitas yang berbeda. Namun tak adayang bisa melihat bahwa yang satu lebih baik dari yang lain!". Sahutsang murabbi."Bekerjalah dengan ikhlas. Berilah tausyiah dalam kebenaran, kesabarandan kasih sayang pada semua ikhwah yang terlibat dalam organisasi itu.Karena peringatan selalu berguna bagi orang yang beriman. Bila adasebuah isu atau gossip, tutuplah telinga antum dan bertaubatlah.Singkirkan segala bakhil antum terhadap saudara antum sendiri. Denganitulah Bilal yang mantan budak hina menemui kemuliaanya. "Malam itu sang mad'u menyadari kesalahannya. Ia bertekad untuk tetapberputar bersama jama'ah untuk tetap mengarungi jalan dakwah.Kembalikan semangat itu saudaraku, jangan biarkan asa itu hilang,ditelan gersangnya debu yang menerpa. Biarlah itu semua menjadi saksisampai kita diberi dua kebaikan oleh ALLAH SWT : Kemenangan atau MatiSyahid.Ikhlas adalah ruh dari setiap amal. Ikhlas adalah motivasi yang kuatagar amal kita tetap terjaga berlanjut, tidak usang karena kepanasan dantidak luntur karena kehujanan,tidak ghurur karena pujian, dan tidakprustasi karena cacian. Terus bergerak kearah tujuan yang paling puncakdari cita-cita. Melihat sesuatu yang paling indah dibalik setiap amal,selalu mampu menghadirkan sang Kholiq yang tak pernah salah dalammenilai.(DR. M Adih Amin, M. Dosen STAI BANI SALEH)